Halaman

Minggu, 14 Juli 2013

Penanaman sifat "jujur" dan "tidak boleh mencontek" semenjak TK



Pendidikan berkarakter saat ini menjadi trending topics bagi dunia pendidikan di Indonesia. Walau masih sering diperdebatkan karena masih belum matangnya konsep, atau masih absurdnya definisi karakter, namun saya tergolong pro dalam program ini. Ijinkan saya untuk bercerita mengenai pengalaman saya sewaktu TK.

Sama seperti rata-rata orang lainnya, saya pertama kali menginjakkan kaki di sekolah formal pada tingkat Taman Kanak-Kanak. Namun, saya termasuk orang yang beruntung karena mendapat kesempatan untuk mengenyam indahnya masa TK di negara tetangga yang notabene tergolong negara maju. Dua tahun bersekolah di negri paman SAM tersebut sungguh merupakan pengalaman yang sangat berkesan bagi saya.

Salah satu pengalaman yang masih membekas adalah sewaktu saya diduga mencontek oleh guru saya. Waktu itu adalah pelajaran menulis angka. Guru saya menginstruksikan untuk menulis angka sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya. Sewaktu pengerjaan, sepertinya saya mengalami fase kebosanan, *maklum masih kanak-kanak* lalu saya menengok ke teman yang duduk disebelah saya. Saya hanya ingin mengetahui sudah sampai angka berapakah ia menulis. Hanya itu. Sungguh. (semoga memang tidak ada niat lain =D).

Nah, namun tiba-tiba, saat saya sedang menengok ke kertas teman saya itu, ada seorang guru kelas menghampiri dan secara tak terduga beliau meletakkan kardus besar di depan muka saya. Saya dimasukkan kedalam kardus! hmm oke, mungkin ini agak lebay. Tapi secara harfiah saya memang seperti dimasukkan kedalam kardus yang terdiri dari tiga sisi. Kardus itu menutupi sisi kanan, kiri dan depan saya. Fungsi kardus itu adalah sebagai hukuman dan sebagai cara agar saya tidak bisa menengok ke lembar jawab orang lain. 

Saya agak lupa kronologi selanjutnya, namun saya diingatkan bahwa perilaku saya "melihat ke lembar kerja orang lain" disebut perilaku mencontek dan mencontek merupakan tindakan yang sangat dianggap memalukan di sekolah tersebut, bahkan juga di negara tersebut. Saya ingaat betul, bahwa sepulang sekolah hari itu, saya mengalami malu yang luar biasa. Semua teman bisa melihat bahwa saya dimasukkan kedalam kardus. Mencontek memang dinilai sebagai tindakan yang memalukan di negara itu. Bisa kita lihat di beberapa film remaja yang berasal dari Amerika, apabila ada siswa yang ketahuan mencontek, maka ia akan dikucilkan dan dipandang sebagai sosok yang negatiiiiiiiiiiiifff sekali oleh teman-temannya.

Karakter jujur untuk tidak mencontek sangat ditanamkan oleh sistem pendidikan mulai dari TK di negara tersebut. Penanaman karakter tidak hanya dilakukan dengan membacakan teori-teori saja namun sudah diemplementasikan sedini mungkin, lengkap dengan hukuman apabila ada yang melanggar atau menyimpang dari karakter yang ingin ditanam. 









Karena pengalaman itulah, saya mendukung usulan pemerintah mengenai pendidikan berkarakter. Mungkin memang harus diperjelas semua konsepnya terlebih dahulu. Namun memang, saya meyakini dan saya berharap semoga ini merupakan salah satu cara untuk memperbaiki dunia pendidikan kita. 


----- Narastri Utami ---
 

2 komentar:

  1. tapi sejauh yang saya tahu pendidikan karakternya baru sebatas poin2nya saja, masalah implementasinya diserahkan pada guru dan sekolah, ini kadang yang merepotkan kami, ada 18 poin karakter untuk tiap siswa yang harus dinilai selain nilai pelajaran.

    BalasHapus
    Balasan
    1. itulah, masih banyak yang harus dikaji... sejauh ini pendidikan karakter masih sebatas tataran konsep, dan belum ada panduan teknisnya.. semoga kedepan konsep ini semakin jelas..
      anw, thx atas perhatiannya =)

      Hapus