Halaman

Minggu, 18 Agustus 2013

Review buku : Menikah Untuk Bahagia

There is no such a thing as perfect couple.

Sepengalaman saya, saya belum pernah melihat atau mendengar sepasang dua makhluk adam yang klop sempurna di segala sisinya. Pasti, pasti dan bisa dipastikan mereka pernah mengalami konflik akibat ketidakcocokan. Dulu, saya sering terheran-heran dengan kakak-kakak yang lebih tua saat mereka memutuskan menikah dengan orang yang sebenarnya saya tahu bahwa mereka tidak cocok dibeberapa bagian. Saat itu saya sering berfikir, kenapa sih si kakak itu tidak mencari orang lain aja? Namun, umur yang bertambah telah mengajarkan pada saya bahwa kita tidak akan mungkin menemukan orang yang cocok 100% di tiap sisinya. 
Nah, buku ini merupakan buku yang secara gamblang menyetujui kalimat pembuka tulisan diatas. There is no such a thing as perfect couple. Tidak ada tuh pernikahan yang terdiri dari dua orang yang telah cocok 100% satu sama lain. Buku ini secara blak-blakan membahas berbagai konflik yang dapat muncul dari sebuah pernikahan. Banyak aspek, karakter atau pun mindset yang jika tidak secara sengaja disatukan maka dapat menimbulkan prahara rumah tangga. Buku ini secara jelas menyatakan bahwa jika ingin bahagia dalam pernikahan maka ada banyak hal yang harus dilakukan secara sengaja. Kebahagiaan itu tidak diantar oleh malaikat, namun harus dicapai dengan kerja keras. Yap. Untuk bahagia pun harus KERJA KERAS.
  
Soulmate is made not found 
 
Penulis menekankan bahwa manusia turun ke dunia sesungguhnya bukanlah untuk mencari belahan jiwanya yang hilang. Namun untuk membentuk jiwa yang baru dan utuh dengan seseorang yang telah dipilihnya. Pembentukan tersebut merupakan proses terus menerus dalam sebuah pernikahan. Dan itu tidak mudah. Benar-benar tidak mudah. Dibutuhkan banyak tenaga, pengetahuan, dan waktu untuk mencapainya. Saya sampai sedikit tertekan saat penulis menekankan hal tersebut berkali-kali di buku tersebut.

Bagi orang-orang yang selama ini mendambakan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang penuh dengan kemudahan dan kebahagiaan, maka jangan membaca buku ini. Sungguh. Buku ini memaparkan kenyataan yang sering kita (para single) nafikan. Ternyata pernikahan tidak sesederhana melakukan akad dan resepsi. Dan tidak pula sesederhana tidur satu kamar dengan orang lain dan membuatkan sarapan setiap hari. Tidak sesederhana itu. Sama sekali tidak. 

Namun sesungguhnya buku ini dapat membawa banyak sisi positif. Ibarat obat, mungkin buku ini akan pahit saat dibaca, namun apabila rutin menerapkan isinya niscaya akan membawa ke pernikahan yang sehat dan bahagia. 

Above all, 
Buku ini lumayan recommended deh. Baik untuk para orang yang telah menikah maupun para single (belum meikah). Dan pesan khusus untuk yang masih single, jangan trauma atau fobi dengan pernikahan hanya karena membaca buku ini ya! 

 ***

Narastri Utami
 

2 komentar:

  1. bgmn klo ssorg ingin mnikah tpi blm ada pasangan atau yg diajak pnuh dgn alasan??

    BalasHapus
    Balasan
    1. aduuh, maaf, maaf, saya blm punya kapasitas untuk menjawab pertanyaannya... namun sepertinya jawaban yg lagi nge trend utk pertanyaan diatas adalah "memantaskan diri"... dan itu bs dengan banyak cara.. :) :)

      Hapus