Halaman

Sabtu, 18 Mei 2013

Learning by Suffering : cara belajar efektif bahasa asing

Tinggal di kota wisata dan memiliki kemampuan bahasa asing adalah dua modal yang menurut teman saya merupakan modal "dengkul" untuk mendapatkan penghasilan tambahan bagi seorang mahasiswa seperti kami.
Dan teman saya tersebut memanfaatkannya dengan sangat baik.Ia melihat peluang bahwa Yogyakarta (yang katanya) menarik turis asing lebih tinggi daripada Thailand per tahunnya dapat memberikannya "uang saku" sekaligus mengasah kemampuan bahasa asingnya.Yap! Teman saya ini sering menyambi bekerja sebagai guide untuk para turis asing.


Suatu waktu, saya pernah dapat tawaran untuk mendampingi turis dari Spanyol. dikarenakan alasan kemampuan bahasa inggris saya yang masih belum ancar dan belum bisa menyetir, akhirnya saya mengajak teman saya tersebut untuk menjadi guide bersama. Kami menemani mereka ke candi prambanan. Dan disana lalu kami bertemu dengan guide resmi dari prambanan yang hendak mengantar para tamu ini berkeliling. 

Bapak guide itu sungguh  menyenangkan dan ia memamerkan kemampuannya kepada saya. Menurut saya ia adalah seorang street smart yang menguasai 4 bahasa asing yakni Inggris, Spanyol, Italia dan satu lagi saya lupa.. hehe. Dengan pembawaan yang menyenangkan ia menceritakan kisah hidupnya dan bagaimana cara ia menguasai 4 bahasa asing sampai selancar sekarang. 

Prinsip hidupnya dalam belajar bahasa asing adalah : Learning by suffering. Bukan hanya Learning by doing. tapi harus sudah mencapai tahap Suffer. Menurutnya saat belajar bahasa asing kita harus "memaksa" diri kita sampe ada kata "bisa atau mati". *sedikit lebay* Ya sebagai contoh, orang akan efektif belajar bahasa asing saat ia pindah kenegara lain dan "terpaksa" harus bisa menguasainya.Jika hanya mengikuti les bahasa tanpa sering mempraktekkan apalagi tanpa ada rasa "harus kudu bisa" itu bakalan 'sia-sia'.


Beliau sendiri belajar bahasa asing tersebut secara otodidak dan "dipaksa" oleh alasan yang paling klise, yakni tuntutan ekonomi. Ia merupakan penduduk sekitar prambanan, yang dari jaman SMP sudah biasa main ke candi untuk mencari uang. Ia berfikir saat itu, cara paling cepat mendapatkan uang dalam jumlah yang lumayan tinggi adalah menjadi gaet untuk para turis. Olehkarenanya ia memaksa dirinya untuk belajar dan berani berbicara dengan orang asing sesering mungkin. Dan voila! kemampuannya terus meningkat. Saat SMA ia sudah dapat menjadi gaet dan mendapatkan uang jajan tambahan. Selain itu apabila turis sedang sepi, ia biasanya menjadi translator untuk LSM-LSM asing di jogja.

Hmm learning by suffering...
don't you think it's worth to try?? (:

Cheers!

Narastri Utami










Tidak ada komentar:

Posting Komentar